FICTION | Alien-Alien Singgah


>> Fiction
>> Pertama kali dipublikasi di plukme.com
>> Diterbitkan ulang, dengan modifikasi


Remang-remang kehidupan terus berjalan. Secepat denting jam dinding, perubahan bergulir. Dulu, tujuh tahun lalu aku masih sempat-sempatnya ngeloyor ngalor ngidul sehabis kuliah atau sekadar telungkup manis di atas kasur mengotak atik laptop.

Namun apa daya, bagaimanapun masa lalu tak ubahnya tinggal kenangan saja. Tersimpan rapi di barisan paling pojok rak-rak ingatan. Tinggalkan masa lalu, jalani  masa kini, begitu kata Pakdeku tiga tahun silam. Entah mengapa menilik masa lalu kini terasa lebih menyenangkan dibanding melenggang melewati masa sekarang.

Ah, kerinduanku begitu membuncah pada kenangan tujuh tahun silam, hari terakhir saat dunia masih begitu tenteram untuk dihidupi. Katanya, masa depan sekarang adalah cerminan masa lalu. Tapi aku tak menemukan kesalahan besar di masa lalu sehingga masa depan sekarang begitu kelam. Jika karena tumpukan sampah, moral yang semakin rendah, sikap hedonisme merajalela, atau banyak perang membuncah adalah sebuah kesalahan. Lantas inikah hukuman yang harus diterima?! Kedatangan makhluk asing yang sukses menjarah dunia. Sungguh diluar jalur pikiranku.

Aku terlonjak bukan kepalang saat terdengar bunyi berisik di depan mulut goa, bunyi melengking yang memekakkan telinga. Aku menutup mulut rapat-rapat, aku begitu takut hembusan napas kecil saja akan membongkar persembunyianku.

Ya, beginilah mirisnya aku—kami semua. Enam tahun yang lalu, masih terngiang jelas dalam ingatanku, waktu itu matahari bersinar malu-malu, dedaunan tak henti-hentinya melambai diikuti kicau burung, jalanan macet parah seperti biasa. Pagi itu begitu ceria hingga tanpa aba-aba atau peringatan bunyi sirine, langit biru tiba-tiba berpusar, bulatan matahari dipenuhi bayangan hitam yang begitu besar, suara raungan aneh deru mesin memenuhi udara yang terserap ke telinga. Angin berhenti sejenak dalam kebisingan itu, pun aktifitas padat makhluk hidup pagi itu. Semua indera terfokus pada benda aneh yang semakin menyebar memenuhi cakrawala. Semakin lama, semakin banyak, semakin menakutkan.

Tak lama, setiap sudut kota dipenuhi teriakan histeris. Gedung bertingkat seribu runtuh dalam waktu sekian nano detik. Makhluk-makhluk itu mulai menguasai semuanya. Matahari kami, air kami, bahkan udara segar kami. Teknologi-teknologi canggih yang dipersiapkan sejak jauh-jauh hari tak bisa membantu banyak. Bahkan uang yang notebane begitu berkuasa kini membisu. Setiap suara yang terdengar hanya melengkingkan satu kata, “Tolong!!”

Sejak itu hari-hari tak pernah sama lagi. Tak ada yang berani menyambut datang dan tenggelamnya mentari pagi. Bahkan sekedar duduk termenung di bawah sinar bulan dan bintang pun tak ada yang berani. Tujuh tahun berlalu, kami hidup dalam pusaran ketakutan dan kepasrahan. Setitik perjuangan rasanya tak akan membawa hasil. Di sinilah aku sekarang, mengubur semua angan, impian, dan cita-cita akan masa depan yang kurancang tujuh tahun silam dalam goa sempit di bawah jurang. Hari-hariku kuhabiskan untuk mengkhayalkan masa lalu, meresapi setiap hari yang sudah terlewati. Dulu, kata syukur begit sulit mengalun dari bibirku, kini untuk sekedar melihat cahaya kecil dari sela-sela dinding doa saja aku langsung bersujud sambil terisak tersedu-sedu.

Kugoyangkan badan untuk merenggangkan ototku yang keram, sebuah kertas melayang jatuh dari ransel merahku. Kuraih kertas pucat tersebut, sisi-sisinya sudah dikikis rayap tapi aku masih bias membaca jelas tulisan yang tertera. Sebuah surat untukku sepuluh tahun kemudian yang aku tulis tujuh tahun lalu. Aku tersenyum kecut membaca setiap harapan besar untuk hidupku yang aku rangkai begitu indah. Lihatlah kenyataannya kini, tiga tahun lagi menuju sepuluh tahun setelah surat itu kutulis tapi harapan sudah kandas. Ah, seandainya aku bisa menulis surat untuk diriku di masa lalu. Aku hanya ingin berkata, jangan terlalu banyak berharap. Berharap itu berat. Kamu tak akan sanggup. Lebih baik bersyukur saja.

~~~

Posting Komentar

6 Komentar

  1. Keren karya fiksinya, kak.
    Aku juga suka loh baca tentang kisah Alien ..., tiap kali baca tentang sosok Alien kadang berasa terlibat berhadapan langsung dengan para mahkluk luar angkasa begitu.

    Teruskan karya kerenmu, kak.

    BalasHapus
  2. Bahasanya ringan,alur ceritanya juga mudah dipahami,ceritanya berjalan ke ruang waktu,melintasi halangan mimpi,menembus angan mencapai kenyataan,goodlah pokoknya 😂

    BalasHapus
  3. Fiksinya suram banget, membayangkan akan ada serbuan Alien yang merusak kegidupan di permukaan bumi beserta para penghuninya. Masa tahunan demikian hanay dengan bersembunyi rasanya terlalu skeptis. Adakah gambaran perlawanan dengan cara yang biasa dipampangkan dalam film-film heroik mengenai manusia yang bertempur melawan alien menyeramkan dari luar gugusan planet tak terjangkau.
    Mari kita berharap agar bumi tetap damai dan tak didatangi mahkluk dari luar angkasa yang hendak menjajah para manusia.
    Sekarang saja dunia sedang dilanda peperangan, tak bisa dibayangkan jika alien menyerang.

    BalasHapus
  4. Ceritanya bagus mba,seolag saya turut merasakan hidup disana melihat alien yang menyerbu datang,tapi gambaran ini mungkin saja akan terjadi di masa yg akan datang bila kita tak menjaga dunia dari ancaman perang dan pengrusakan alam

    BalasHapus
  5. Wuih alien.... Gimana ya bentuk asli alien? jadi penasaran

    BalasHapus

Tambahkan Komentar