Kemarin,
usai pulang membayar tagihan listrik, setengah bosan saya ngemil keripik pisang
sambil duduk manja di depan rumah, menikmati angin sepoi-sepoi yang ditawarkan
dedaunan alpukat di halaman rumah. Di bawah terik matahari kota
Bengkulu, tiba-tiba saya teringat kalo hari itu, tiga belas juni adalah hari
penentuan masa depan para pejuang sbmptn, termasuklah saya.
Ya,
ketika masa depan yang belum kunjung jelas dipertanyakan. Tentu saja saya
menumpahkan seluruh harapan pada hari itu, bercampur dengan seluruh harapan
dari tujuh ratus ribu lebih remaja pada hari itu. Entah Tuhan tengah bersama
siapa, saya hanya bisa berdoa sambil harap-harap cemas menunggu pengumuman keluar pada jadwal yang
telah ditentukan.
Pukul
14.00
Saya
sedikit mengingat perjuangan yang saya lakukan sebelum akhirnya terpental ke jalur seleksi bersama ini. Perjuangan yang menurut pribadi saya sebenarnya
bukan apa-apa.
Diawali
dengan kesadaran saya di kelas tiga SMA, saat saya menyadari bahwa tidak
selamanya saya akan menggenakan seragam kebanggaan itu, berangkat sekolah
dengan pr yang menumpuk, bercanda ria bersama teman-teman, makan pangsit
seharga lima ribu di kantin sekolah, atau bahkan sekadar keluar kelas demi kabur dari tugas belajar. Tidak lama lagi saya sudah beranjak dewasa, harus
menentukan tujuan hidup, harus menata langkah mantap menuju kesuksesan, sudah
harus berpikir lebih bijak. Tapi sebelum semua itu, terlebih dulu saya harus
menyelesaikan ujian akhir sekolah dan mendapat amplop berisikan pernyataan lulus
dari kepala sekolah lalu coret-coret seragam (Ga kok, becanda doang).
Saya
ingat kegalauan saya begitu jelas saat mendaftar snmptn, jalur undangan tanpa
tes yang diikuti siswa-siswi terpilih, jumlah pendaftarnya jelas sangat banyak. Saya mulai bingung harus memprioritaskan universitas mana untuk
menjadi pijakan melangkah ke masa depan, wilayah universitas juga menambah
kegalauan saya. Satu sisi saya ingin keluar Bengkulu, di sisi lain rasanya aneh
juga harus jauh dari keluarga.
Namun
semua kegalauan tersebut tidak berarti apa-apa karena pada akhirnya saya
menjadi satu dari sekian banyak peserta yang mendapat kotak merah yang berisi pernyataan tidak lulus pada satupun jurusan yang dipilih pada saat snmptn. Penantian berbulan-bulan itu dihadiahi kotak merah berisi
kalimat yang membuat saya kacau. Kegalauan saya semakin menjadi saja.
Alih-alih
memikirkan universitas pilihan dan daerah yang diinginkan, bahkan universitas negeri
di daerah saya yang menjadi prioritas menolak saya mentah-mentah. Jujur saja,
sebagai remaja yang masih labil, hal ini awalnya benar-benar membatin di hati
saya. Resah, gelisah, sedih, pusing, semua bercampur aduk dalam pikiran saya,
seolah medesak saya untuk segera ambil tindakan supaya masa depan menjadi
jelas.
Kecewa?
Tentu saja.
Sakit
hati? Ya.
Kamu
bisa bayangkan di saat teman-teman seperjuanganmu mendapat kotak hijau dengan
ucapan selamat dan tertera nama universitas serta prodi tempat mereka diterima. Ketika
kamu buka BBM, tiba-tiba dipenuhi ucapan syukur. Ketika kamu beralih membuka Facebook, lagi-lagi screenshot kotak hijau dibumbuhi ucapan manis penuh kebahagiaan
bertebaran di berandamu. Itu belum apa-apa. Tiba-tiba sebuah bm masuk,
“Gimana,
kamu lulus snmptn?”
“Keterima
di univ mana?”
Kamu
tidak bisa mengekpresikan kesedihan pada mereka. Bagaimana jika menulis
dengan sok tegar ‘Ah, belum berhasil!’ atau ‘Ya, nggak lulus’. Semua orang juga
tahu kalau kamu tengah sedih sekalipun kamu membubuhi ratusan emoji smiling face with smiling eyes
pada kalimat tersebut.
Tambah
galau? Jelas sekali.
Tapi
yang paling sulit adalah saat saya tidak punya cara untuk memberitahu ibu yang
saat itu memang menaruh harapan besar pada saya. Saya mencoba mengupulkan
keberanian dan ketabahan, ketika ibu saya menelpon,
“Gimana?”
Ibu saya memulai percakapan di seberang sana
“Aku
nggak lolos,” ucapku
“Yaudah,
belum rezeki. Yang sabar aja, jangan terlalu dipikirkan” Sahutnya
Saya
tahu, ada nada kecewa yang berusaha disembunyikan di sana. Tapi tetap saja,
kata-kata itu membuat saya lega. Setidaknya ibu saya sudah tahu kegagalan ini.
Satu
hari penuh saya mencoba menerawang kesalahan apa yang saya lakukan sehingga
gagal lolos snmptn, apakah pada nilai raport saya, atau pada daftar
prestasi yang saya biarkan kosong, atau pada pilihan prodi yang terlalu tinggi
untuk standar nilai raport saya.
Usai
sholat tahajud, saya mencoba tidur kembali dengan harapan perasaan saya akan
lebih baik besok harinya. Ketika kita gagal, bukankah hal yang wajar jika kita
kecewa?
Tapi kekecewaan itu tidak bisa saya biarkan menggerogoti pikiran. Pasti masih ada jalan untuk
saya. Pasti ada.
Benar,
jika kalian tanya apa yang harus dilakukan saat memperolah kegagalan?
Bersyukur
adalah jawaban saya. Pada akhirnya saya harus mengucap syukur Alhamdulillah,
sebab Tuhan tidak rela kalau saya harus menempuh jalan yang mudah. Saya harus
berjuang lebih keras dari biasanya, agar hasil yang saya terima bisa lebih
manis. Saya harus menempuh jalan panjang supaya saya tidak menyia-nyiakan apa
yang akan saya dapat nantinya.
Perjuangan
belum usai, beberapa hari setelahnya saya mendaftar sbmptn, jalur seleksi
bersama melalui tes. Semua orang bisa mengikutinya, semua yang memenuhi
sayarat. Sebelumnya, saya juga telah mendaftar tes ikatan dinas, pilihan saya
jatuh pada PKN STAN. Saya pikir, kenapa harus tanggung-tanggung? Jika sekalipun
saya memenuhi syarat untuk ikut tes polisi, saya pasti akan ikut juga meskipun
sekian persen hasilnya sudah dipastikan gagal :D
Saya
belajar keras? Tentu saja.
Hasil
yang baik akan diperoleh dengan perjuangan, kan? Belajar adalah bagian dari
perjuangan.
Saya
selalu berdoa pada Allah agar memberikan jalan terbaik bagi saya, ke manapun
saya melangkah. Saya
berdoa agar Allah meridhoi perjuangan saya.
Ketika
pengumuman tahap 1 tes STAN, saya lolos. Alhamdulillah, muncul harapan lagi
dalam diri saya, setidaknya saya tahu bahwa saya masih punya kesempatan. Lanjut
ke tahap dua tes yang diadakan di Palembang. Saya merasa agak canggung dengan
tes kedua ini, tesnya diberi nama ‘Tes Kesehatan dan Kebugaran’. Dimana saya
dan peserta lain akan cek kesehatan dan lari mengintari lapangan atletik selama
dua belas menit.
Lari?
Ya, saya tidak berdaya kalau soal lari. (Lari dari kenyataan aja nggak
sanggup :D). Jujur, nilai olahraga saya jelek sekali sewaktu sma dan saya tahu itu sejak pertama akan mengikuti
tes ini. Jangankan dua belas menit, satu putaran saja rasanya sudah berasa di ujung
hidup. Tapi saya masih bisa berjaung, saya punya kaki yang bisa digunakan untuk
lari. So, i try to face it.
Hasilnya?
Persis seperti dugaan saya. Lagi-lagi perjuangan ini diakhiri dengan kegagalan.
Tak mengapa, saya tidak pernah menyalahkan siapapun. Kalaupun harus ada yang
disalahkan, itu saya sendiri. Mungkin perjuangan saya masih kurang, mungkin
kerja keras saya belum seberapa jika dibandingkan dengan orang lain.
Untuk
hari itu, saya kembali kecewa. Merasa dipermainkan barangkali. Tapi saya tetap
mencoba mengucap syukur, Alhamdulillah Allah mendengar do’a saya, Alhamdulillah Allah peduli dengan saya. Saya tahu Allah tidak memberi apa yang saya inginkan, tetapi memberi apa yang saya
butuhkan.
Menentukan
masa depan itu memang tidak mudah. Sekarang saya mengerti maksud perkataan guru
saya ketika beliau bilang; ‘Jangan sia-siakan snmptn’. Kalian bayangkan, disaat
teman-temanmu sudah mulai menyusun berkas untuk daftar ulang semntara kamu
harus menunggu bulan depan agar masa depanmu jelas.
Bahkan
saat tetanggamu bertanya tentang masa depanmu, atau ada keluarga jauh yang
sekadar menelpon untuk mengetahui kejelasan langkah kakimu, atau saat sepupu
dan teman-teman lamamu ikut bertanya.
“Lanjut
kemana?”
Semua
orang mempertanyakan masa depan saya, bukannya apa-apa, tiba-tiba saya jadi lebih sentimental dari biasanya. Aplagi saat menemukan ini di Facebook, Facebook pun sampai ikut-ikutan mempertanyakan masa depan saya. ‘di mana anda kuliah?’Bayangiiiiin!!! kan saya bingung harus jawab gimana -,-
Hahaa, elu kepo dah! |
Saya
bertambah galau sebelum hari tes sbmptn dimulai. Saya belajar, dan lebih banyak
menenangkan diri dan berdoa.
Sesekali
saya melihat kartu sbmptn yang berhasil saya cetak setelah mendaftar. Saya tetap
memilih universitas yang sama dengan snmptn saya, dengan prodi utama yang sama
pula. Rasa-rasanya saya nekat sekali. Tapi saya ingin meyakinkan diri bahwa
disana sudah disediakan satu kursi untuk
saya.
Rasanya
pasti iri melihat mereka yang telah jelas masa depannya sementara kamu masih harus
menunggu bulan depan, itupun belum tentu lolos. Sekali lagi, hal itu wajar
karena kamu adalah remaja yang penuh emosi.
Tapi
lupakan perasaan tidak menentu itu. Saya harus melewati tes sbmptn ini. Bukan hanya
saya, tapi semua peserta pasti akan berusaha semaksimal mungkin.
Hari
yang ditentukan tiba, dalam ruangan saat mengerjakan soal saya tidak
henti-hentinya berdoa. Saya harus berusaha mendapat nilai bagus, mengalahkan
pesaing saya yang memilih prodi sama dengan saya. Ini pillihan saya, jadi saya harus
bisa demi masa depan. Rasanya tiga jam yang saya habiskan dalam ruangan itu
sangat berharga sekali.
Bel
tanda berakhirnya waktu mengerjakan soal berbunyi. Saya keluar dengan perasaan
lega. Lagi-lagi saya harus digantung sembari menunggu pengumuman yang baru
keluar di bulan Juni. Duh, lama!
Saya
tidak memikirkan yang indah-indah. Bagaimana jika saya tidak lolos lagi? atau
katakanlah jika saya lolos di pilihan kedua atau ketiga, apa saya akan senang? Tapi
di satu sisi saya tidak sabar mengetahui apa yang telah Allah persiapkan untuk
saya.
Saya
masih menggalau hingga waktu pengumuman tiba.
13
Juni 2017.
14.00
Sembari
mengutak-atik laptop, ada perasaan
cemas di hati kecil saya.
Kota
pengumuman terbuka. Saya masukkan nomor peserta sbmptn dan tanggal lahir. Dengan
ragu saya mengklik tombol cari di bagian bawah.
Loading....
Alhamdulillah,
saya tidak tahu harus berkata apa lagi. Allah memberikan yang terbaik untuk
saya. Akhirnya saya lolos di prodi pilihan utama saya.
Alhamdulillah :) |
Ya,
memang saya harus berjuang keras untuk mendapatkan apa yang saya mau. Jatuh bangun
untuk meraih keinginan. Perjalanan yang mudah bukan dibuat untuk saya. Dan mungkin
hari itu Allah telah mengatakan ‘Cukup dulu, kamu sudah berjuang keras untuk
ini’
Jika
dibanding yang lainnya, mungkin perjuangan saya tidak ada apa-apanya. Kegagalan yang
saya terima belum seberapa. Saya membayangkan mereka yang belum berhasil lolos
pada sbmptn, bagaimana mereka? Tapi saya yakin buat mereka yang belum berhasil,
jika ada kemauan pasti ada jalan. Percaya pada hasil terbaik yang tengah
dipersiapkan Tuhan untuk kita.
Pada akhirnya saya tah, dengan melewati jalan yang panjang, saya bisa
lebih menghargai buah hasil usaha saya ini.
So, gaees! Jangan
takut untuk gagal, sebab kegagalan menjadikan kita lebih kuat. Allah tidak
pernah meninggalkan kita, tidak sekalipun. Ketika kita gagal, mungkin
perjuangan kita selama ini belum cukup untuk meraih hasil yang diinginkan.
Ya, seperti kata pepatah; Bahkan jatuhlah seribu kali atau berapa kalipun, tapi jumlah bangkitmu harus lebih banyak dari pada jatuhmu 😊
0 Komentar
Tambahkan Komentar