Source: Pixabay.com |
Aku ingin bercerita tentang sebuah pertemuan. Sebenarnya bukan sebuah pertemuan istimewa, hanya pertemuan tak terduga dengan seorang sahabat kecil.
Saat itu di persimpangan jalan keluar pasar, Seorang wanita paruhbaya yang sedikit gemuk, namum berwajah ceria, tiba-tiba menyapa ramah seraya tersenyum akrab kepadaku. Aku balas tersenyum canggung, dan tak lama muncul seorang wanita--yang awalnya kukira lebih tua beberapa tahun dariku.
Setelah berbasa-basi sedikitnya lima menit, tahulah aku bahwa dia merupakan sahabat lama. Tepatnya, dia sahabatku sejak kelas dua Sekolah Dasar.
Aku hampir tak mengenalnya, sebab kupikir hari itu dia tampak lebih langsing dan tinggi dari saat terakhir kali kami bertemu di rumahku sekitar 4 tahun silam. Terlebih lagi, sapuan makeup dan rona merah di bibirnya membuatku sedikit sulit mengenalinya.
Hari itu dia menyapa ramah. Di sampingnya, ayahnya muncul, menggendong seorang bocah lelaki kecil. Ah, aku hampir lupa bahwa sahabatku telah berkeluarga. Dan bocah lelaki itu adalah anaknya. Manis sekali, umurnya satu tahun setengah, dan dia tampak malu-malu menyambut tanganku yang terulur.
Sahabat yang satu ini, sebenarnya adalah salah satu sahabat spesial bagiku. Kami berteman sejak kecil. Aku masih ingat, bagaimana kali pertama kami saling menyebut nama di bangku barisan depan sewaktu kelas dua, dia gadis berambut kriting yang cerewet.
Hari-hari berikutnya, kami lekas menjadi akrab karena jalan memuju rumah kami ternyata sejalur, kami asyik berbincang pasal apa saja setiap pulang sekolah, mentertawakan setiap hal yang kami anggap lucu, dan kadang berhenti di bawah pohon manggis atau jajan makanan ringan berhadiah, lalu berpisah di persimpangan.
Kami akrab hingga kelas tiga, dan tahun berikutnya, aku memutuskan pindah dan bersekolah di kota.
...
Rasanya waktu melesat sangat cepat, ketika terbangun di suatu pagi, aku menemukan diriku telah menjadi gadis berusia sembilan belas tahun. Dan masa-masa itu telah jauh tertinggal di belakang. Tapi beberapa waktu yang lalu aku baru menyadari, bahwa masa-masa SD ternyata lebih banyak membekas dalam kepalaku. Buktinya, aku masih menghapal nama-nama teman lama di kelas 1, 2, dan 3 . Sementara teman-teman SMP telah banyak yang kulupakan.
Mengenai sahabatku itu, kami pernah bertemu kembali sewaktu ia dan seorang sahabat lama lainnya mampir ke rumahku (kalau tidak salah sewaktu aku kelas 2 SMA). Kami pernah tertawa memikirkan masa depan, dan mengutarakan banyak keinginan.
Tapi, tentang apa yang disembunyikam masa depan, tak seorangpun tahu. Pun begitu tentang jodoh. Siapa sangka, dia bertemu jodoh lebih dulu daripada kami. Pada saat bersua kembali, dia memperkenalkan aku dengan keluarga barunya, dan seorang bocah lelaki yang begitu manis. Aku sekejap hampir tak percaya bahwa ia adalah gadis yang sama, yang dulu suka berebut ciki-ciki berhadiah denganku.
Aku menjadi berpikir, telah sedewasa apa aku sekarang?! Kadang-kadang, aku masih bertingkah seperti anak kecil, dan masih belum bijak menghadapi suatu masalah. Ada banyak hal yang mencuat dalam kepalaku setelah pertemuan itu.
Obrolan kami hari itu berhenti tak lama ketika suaminya muncul. Setelah pamit, aku dan ibuku bergegas menyetop angkot untuk pulang.
Dan yah. Untuk sahabatku; Kamu telah dewasa dan menjadi seorang ibu. Jujur, aku sempat merasa kecewa karena kamu tak mengundangku ke acara pernikahanmu, namun aku turut bahagia ketika melihat senyum memenuhi wajahmu hari itu. Kudo'akan, semoga selalu bahagia bersama keluargamu.
Ehem...
Semoga saja, aku lekas menyusul bertemu dengannya; dia yang masih dirahasiakan semesta~
dududu (auto nangkring di pojokan)
0 Komentar
Tambahkan Komentar