#FlashFiction
Hari itu hujan. Hari itu pula kita pertama kali bertemu.
Sebenarnya aku ingin mampir sebentar ke kadai kopi bang Tegar. Aku memikirkan secangkir kopi hitam yang dapat kunikmati di meja pojok ruangan seraya menyenderkan kepala ke jendela dan menatap sendu pada jalan raya.
Persis saat secangkir kopi hangat terlintas di pikiranku, kulihat kamu berjalan santai di bawah hujan. Hari itu kutandai sebagai momen pertemuan. Kamu seperti muncul begitu saja membelah rinai hujan, sebagai lelaki berkumis tipis yang menggenakan setelan kemeja ungu dan jeans, serta sepatu kulit cokelat.
Persis saat secangkir kopi hangat terlintas di pikiranku, kulihat kamu berjalan santai di bawah hujan. Hari itu kutandai sebagai momen pertemuan. Kamu seperti muncul begitu saja membelah rinai hujan, sebagai lelaki berkumis tipis yang menggenakan setelan kemeja ungu dan jeans, serta sepatu kulit cokelat.
“Menunggu bus?” Tanyamu saat mencapai halte.
Aku mengangguk sambil tersenyum. “Mas sendiri?”
“Aku?!” Kamu malah menampakkan ekspresi bingung yang aneh, lalu buru-buru nyengir sambil merapikan setelan rambut cokelatmu yang sudah lepek. “Kurasa aku juga sedang menunggu bus.” Katamu.
Aku mengeryitkan dahi tanda tak paham. “Memangnya, mau pulang ke mana?"
Kamu tidak langsung menjawab, melainkan melepas sepatu kulitmu, lalu menumpahkan air yang menggenang di dalamnya seraya bersiul-siul aneh.
Kamu tidak langsung menjawab, melainkan melepas sepatu kulitmu, lalu menumpahkan air yang menggenang di dalamnya seraya bersiul-siul aneh.
“Entahlah. Aku habis diputusin pacar, terus sekarang jadi jomlo. Jadi, kurasa aku harus pulang ke rumah.” Kamu terkekeh.
Aku menelah ludah, memilih tidak menanggapi kalimatmu. Kulirik jam di layar ponsel. Pukul lima lewat tiga puluh. Yang tersisa di sisa sore hari ini hanya air mata alam, dan seorang lelaki basah kuyup yang baru saja putus dengan pacarnya.
Aku menelah ludah, memilih tidak menanggapi kalimatmu. Kulirik jam di layar ponsel. Pukul lima lewat tiga puluh. Yang tersisa di sisa sore hari ini hanya air mata alam, dan seorang lelaki basah kuyup yang baru saja putus dengan pacarnya.
“Aku ingin ngopi,” Celetukmu tiba-tiba. “Mau temani aku?” Pandanganmu yang sejurus tertuju pada kedai kopi di seberang halte, kini tertuju padaku.
Membuatku gugup. Kurasakan desiran aneh bergerak mencekat kepalaku.
***
13 Komentar
"Kurasa aku juga sedang menunggu bus"
BalasHapusEntah kenapa kalimat ini menarik banget buatku. Seakan-akan menandakan kelinglungan seseorang, ga tau mau ngapain.
Tulisanmu enak dibaca ya, please keep writing! I'll wait for the next part!
Waah terimakasih atas dukungannya, mbak :)
HapusKayaknya aku sudah pernah ke blog ini, tapi entah sdh komentar apa belum. Namun wktu aku kesini kemarin smpat follow.
BalasHapusOh ya barusan aku juga baca artikel yg di label celoteh blogger. Aku jadi tertarik dan siap mendukung untuk terus kembali menulis di blogger. Seperti halnya saya yg hmpir 3 tahun vakum, dan sekarang pun kembali ke blog lagi.
Terima kasih sudah mampir, dan terimakasih dukungannya. Hehe, sempat vakum membuat saya harus selalu fokus agar tidak meninggalkan blog ini lagi. Semangat juga buat masnya supaya tetap ngeblog :)
HapusTubuh basah, sepatu kulit coklatpun basah, sedangkan bus yg ditunggupun tak kunjung datang,...ah kenapa tak juga ada kopi hangat yg menemani
BalasHapusSini ngopi dulu :D
HapusSebentar mbak nunggu kopinya agak dingin, masih terlalu panas hehehe
HapusLah dek, knpa di bersambungin toh😏buat lanjutannya dek. Tanggung jawab yak hihi
BalasHapusKalo baca cerpenmu, keinget masa" plukme dan aku lagi gila sama si admin. Asyeeemmm knpa aku bsa kaya gtu dl kekeke kamvrit😂
cie keinget masa lalu :D Tapi gapapa nanti InsyaAllah cerpennya kuterusin
HapusHihi masalalu yg kelabu itu mah😅oke dek dtunggu
HapusMasa lalu biarlah jadi kenangan :D
HapusHajar aja dek orangnya lah ahaha.. Mbak kesel jadinya kwkw
HapusCerita orang yang sedang bingung kah?
BalasHapusTambahkan Komentar