Jangan Khawatir Soal Rezeki


Hari ini matahari punya kesempatan lebih baik dibanding hari-hari sebelumnya. Setelah sekian hari belakangan hujan mengguyur tak kenal waktu, membuat kulit mengkerut kedingingan siang malam, kini bisa kurasakan panas menyengat begitu terik. Panas, lapar, dan haus, adalah perpaduan sempurna untuk 'marah-marah' tanpa sebab. Meski seluruh kaca di angkutan kota itu telah kubuka, tetap saja tak mengurangi intensitas hawa panas.

Aku sibuk mengipas-ngipas muka dengan telapak tangan sambil memerhatikan jalanan yang tak begitu macet, berharap segera tiba di rumah.

"Sepi!"

Kudengar seseorang berucap dengan suara berat yang ketus. Aku menoleh, rupanya supir angkot lain yang berhenti di sebelah angkotku yang bicara.

Supir angkotku hanya terkekeh kecil. Mereka berdua nampaknya seumuran, sama-sama sudah beruban dan berbadan gendut. 

"Rupanya hari ini pun nggak ada penumpang,"  suara berat itu kembali merutuk.

Kulirik angkot di sebelah itu. Kosong. Sementara angkot yang kunaiki berisi tiga orang penumpang, termasuk aku sendiri.

"Sabar, Mang." Kata supir angkotku. Suaranya lembut namun mengisyaratkan ketegasan. "Barangkali calon penumpangnya lagi mandi, atau lagi berhias, sebentar lagi mungkin bakal keluar rumah buat nyetop angkot. Sabar aja, rezeki nggak bakal kemana."

Ah, ya! Di hari yang begitu terik ini, kupikir semua orang maunya marah-marah saja. Tapi toh buktinya masih ada yang menyikapi hari dengan kepala dingin seperti sang bapak. Kata-kata itu klise, tapi sepertinya masih manjur buat jadi penyemangat diri.

"Bisa bener kalimatmu itu.." kata supir sebelah.

"Nah, Mamang jalan aja duluan, tapi penumpangnya jangan dihabisin."

Kudengar mereka tertawa nyaring sampai lampu hijau menyala~

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Angkutan kota tetap menjadi andalan bagi saya walau sekarang sudah banyak transportasi berbasis daring yang beredar. Selain lebih murah walau dalam jarak yang jauh, mereka pasti tau saja bagaimana cara salip-menyalip dan mencari alternatif jalan. Mudah-mudahan ada yang dapat menemukan solusi dalam mengoptimalisasikan angkutan kota yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhehe betul mbak. Kalau tidak terpaksa naik motor, aku sebetulnya lebih suka naik angkutan kota. Asyik, tinggal duduk, perjalanan jadi lebih bisa dinikmati.

      Hapus

Tambahkan Komentar